Senin, 21 Maret 2011

FOOD AND WATER DISEASE “SHIGELLOSIS “

NAMA : IRA TITAH SRI RAHAYU
NIM : E2A009154
FKM UNDIP 2009
FOOD AND WATER DISEASE “SHIGELLOSIS “
A. DEFINISI
Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut yang disebabkan oleh kuman genus Shigella spp, yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan kerusakan pada sel – sel mukosa usus.
B. EPIDEMIOLOGI
Shigellosis adalah salah satu penyakit yang sangat endemic di daerah yang sanitasinya sangat kurang. Biasanya 10 – 20% penyakit saluran pencernaan dan 50% diare yang berdarah atau bisa disebut disentri. Desentri biasanya menyerang pada anak –anak yang disebabkan oleh shigellosis. Prevalensi penyakit desentri menurun dalam 5tahun terakhir ini.
Shigella ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1979,sebanyak 20.135 kasus shigella yang telah dilaporkan oleh Center For Disease Control. Shigella lebih sering ditemuka selama akhir musim panas.
Di Negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk dan penduduk yang padat maka semakin mudah penyakit ini menyebar. Desentri terjadi melalui fekal – oral penyebaran penyakit desentri bisa juga disebabkan oleh lalat yang bisa menyebarka kuman ini melalui feces penderita kemudian lalat menghinggapinya dan menyebarkannya. Penderita desentri biasanya yang terkena adalah anak – anak yang berusia 10 tahun angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok anak berusia 1-4 tahun. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang. Penyebaran shigello sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosisi infeksiusnya rendah ( 10 – 100 organisme ) sudah dapat menyebabkan sakit.
Pada umumnya masa inkubasi shigellosis adalah 1 sampai 3 hari. Gejala biasanya timbul antara hari pertama hari ketiga terinfeksi. Kebersihan pribadi sangat penting dalam pencegahan penyakit desentri terutama pada orang yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk, dan mempunyai resiko untuk menimbulkan penyakit desentri ini.

C. ETIOLOGI
Shigellosis ( desentri ) disebabkan oleh kuman shigella spp. Kuman ini tergolong genus Shigella yang merupakan bakteri gram negative, berbentuk batang, non moti, aneorobik fakultatif. Shigellosis dibagi menjadi 4 kelompok serologi yaitu : S.dysenteri ( 12 serotipe), S. flexnewri ( 6 serotipe ), S. boydii ( 18 serotipe ) dan S. sonnei ( 1 serotipe). Diantara keempat kelompok tersebut ada beberapa yang sering ditemukan didaerah tropis yaitu S. dysentri dan S. flexneri. Sedangkan S.sonnel lebih sering ditemukan pada daerah subtropis.
D. PATOFISIOLOGI
Hanya ada beberapa Shigella yang dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambun selama 4 jam. Sesudah masuk melalui mlut dan mencapai usus, bakteri invasive ini akan memperbanyak diri di dalam usus besar. Ada 3 faktor virulensi yang menyebabkan diare :
1. Dinding polisakarida sebagai antigen halus
2. Kemampuan mengadakan invasi enterosi dan proliferasi
3. Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O ( somatic ) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella dengan sel enterosi. Dupont ( 1972 ) dan Levine ( 1973 ) mengutarakan bahwa shigella seperti salmonella setelah menembuus eritrosit dan akan berkembang didalamnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel – sel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar kesekitarnya serta menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Sifat invasive dan pembelahan intra sel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella.
Invasi bakteri ini dapat mengakibatka terjadinya infiltrasi sel – sel polimorfonuklear dan dapat menyebabkan matinya sel – sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak – tuka kecil di daerah invasi ang menyebabkan sel – sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk kelumen usus seta akhirnya keluar bersama tinja. Shigella juga bisa mengeluarkan toksin ( shiga toksin ) yan bersifat nefrotoksik, sitotoksik ( mematiakan sel dalam benih sel ) dan enterotoksik ( merangsang sekresi usus ) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa menjadi nekrosis.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang disapat pada shigellosis adalah : diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir. Demam tinggi mendadak sampai mencapai 42 derajad celcius. Nyeri perut, tenesmus, naesea dan vomitus. Dehidrasi sesuai derajatnya, takikardi dan takipneu, lamanya sakit +_ 5 – 7 hari.
Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3 – 5 hari dan kemudian sembuh sempurna. Pada tipe fulminan yang berat, penderita dapat mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan muntah – untah di susul dengan penurunan temperature, toksemia yang berat dan diakhiri dengan kematian penderita.
F. DIAGNOSIS
Dasar untuk menentukan diagnosis adalah dengan memperhatikan gejala-gejala klinik dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik atas tinja untuk membedakan dengan infeksi oleh kuman lain misalnya amebiasis. Pemeriksaan darah rutin kadang didapatkan leukopenia dan apabila sudah terjadi komplikasi HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) maka didapatkan gambaran anemia hemolitik dan trombositopenia. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rectum, akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Biasanya pasien datang sudah dalam keadaan dehidrasi.

Pada infeksi akut, pemeriksaan proctoscopy menunjukkan radang mukosa usus yang difus, membengkak dan sebagian besar tertutup eksudat. Ulkus –ulkus dapat pula dijumpai, dangkal, bentuk dan ukurannya tidak teratur dan tertutup oleh eksudat yang purulen. Pada infeksi kronis, terlihat parut pada kolon, proses ulserasi tidak aktif, sedangkan gejala-gejala klinik berganti-ganti antara stadium remisi dan eksaserbasi. Pada waktu kambuh, penderita mengalami demam, diare dengan darah dan lendir serta serta eksudat seluler dalam tinja. Penderita dengan infeksi kronis, seringkali mengalami kepekaan yang berlebih terhadap beberapa macam makanan misalnya susu, sehingga menimbulkan defisiensi nutrisi.


G. PENANGANAN DEHIDRASI
Yang perlu dihindari apabila terserang diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi, karena apabila terjadi dehidrasi maka akan berakibat fatal pada penderita. Tingkat keparahan dehidrasi dapat digolongkan sbb:
1. Dehidrasi ringan ( kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula ). Diare berlangsung sekali tiap 2 jam atau lebih. Gejala lain: rasa haus, gelisah, tapi elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar.
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare semakin sering dengan volume lebih besar. Gejala lain terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernapasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, elastisitas kulit lambat.
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah. Gejala lain: mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernapasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, elastisitas kulit sangat lambat.

Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan memberikan cairan elektrolit/oralit yang cukup dilarutkan dalam air minum. Bila larutan oralit tidak tersedia, kita dapat membuat larutan gula-garam dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir + 1/4 sendok teh garam + 200 cc air matang hangat. Atau bisa juga dicoba dengan air beras, air kelapa atau kaldu sayuran (tanpa lemak). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, dalam keadaan darurat juga diberikan oralit sebelum dibawa ke rumah sakit. Penderita perlu segera dilarikan ke rumah sakit terutama kalau penderita muntah terus sehingga oralit tidak bisa masuk, tidak kencing selama 6 jam, tinja telah bercampur darah, terus menerus diare tanpa henti.

Di rumah sakit biasanya pasien segera diberi cairan rehidrasi parenteral seperti Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Oralit atau garam rehidrasi oral tadi merupakan campuran garam dan gula dalam perbandingan mirip dengan cairan tubuh. Larutan ini penting diberikan pada penderita diare, terutama pada penderita anak-anak atau lansia, guna menggantikan air yang hilang akibat diare, muntah, berkeringat.

Pasangan glukosa dan garam Na dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Na merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain), dengan kemampuan meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus secara kuat (sekitar 25 x lebih banyak daripada biasanya). Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas belimbing air, diaduk sampai larut.

Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok oralit, tunggu 5- 10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang diberikan 10-15 cc/kg BB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan lambung. Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran terlalu tinggi atau terlalu pekat yang bisa mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit menjadi merah.

Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna ( berserat tinggi ) dan berlemak.


H. PENGOBATAN
Dasar pengobatan pada Shigellosis yaitu dengan penggunaan antibiotik, memperbaiki dan mencegah dehidrasi dan mengendalikan gejala penyerta. Penatalaksanaan dehidrasi pada umumnya sama dengan diare oleh sebab yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan.

Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin sebagai drug of choice, tetapi banyak yang sudah resisten terhadap obat ini sehingga digunakan antibiotik lain. Trimethoprim-Sulfamethoxazole (Kotrimoksasol) merupakan pilihan efektif untuk Shigellosis. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan Sefalosporin.
Kotrimoksasol pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 160 mg/kali per oral sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan tidak dianjurkan.
Untuk anak dosisnya 8-10 mg/kg/ kali per oral diberikan selama 5 hari. Obat ini tidak boleh digunakan pada penderita anemia megaloblastik dan defisiensi G-6PD.
Cefriaxone pada orang dewasa dapat diberikan 2 g IV/IM sekali pakai atau dibagi menjadi 2 kali pemberian. Untuk dosis pediatrik 50 mg/kg/kali IV/IM diberikan sekali sehari. Untuk Cefixime pada dewasa diberikan 400 mg/kali per oral sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis pediatrik 15 mg/kg per oral sebagai dosis awal lalu dilanjutkan 8 mg/kg/kali per oral untuk 5 hari.
Nalidixic acid pada dewasa diberikan 1 gr per oral 4 kali sehari. Untuk dosis pediatrik 55 mg/kg/kali per oral dibagi dalam 4 kali pemberian selama 5 hari.

Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat.

Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, norit, dan sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya.
I. PENCEGAHAN
- Apabila bepergian ke daerah endemik sebaiknya bahan makanan baik buah-buahan ataupun
Sayuran harus dicuci terlebih dahulu lalu dimasak sebelum dimakan

- Biasanya air yang terkontaminasi oleh kotoran penderita juga merupakan sumber penyebaran Shigella.

- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet

- Memisahkan penderita demam dengan penderita diare di rumah sakit


DAFTAR PUSTAKA
Motarjemi Y, Käferstein FK. Global estimation of foodborne illness. World health statistics quarterly, 1997, 50(1/2):5—11.

Quevedo F, Thakur AS. Foodborne parasitic diseases. Washington, DC, Pan American
Health Organization, 1990 (Series of scientific and technical monographs Number 12,
Rev. 1).
Soemarsono H.S., Kolera, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Buku Penerbit KUI, Jakarta, 1996,
Public Health Nursing: Practicing Population-Based Care Oleh Marie Truglio Londrigan,Sandra B. Lewenson

1 komentar: