Kamis, 24 Maret 2011

air borne diseases " flu burung "


Nama : Ira Titah Sri Rahayu
NIM   : E2A009154
REG 2
Definisi Fluburung
 Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini adalah lain avian influenza. HPAIV: Highly Pothogenic Avian Influenza Virus sumber infeksi:
Di Komunitas: Unggas Di Rumah Sakit: Pasien, Petugas Kesehatan, Pengunjung
Pejamu: Di Rumah Sakit: Pasien, Petugas Kesehatan, Pengunjung
 
DEFINISI KASUS
1.      Kasus Suspek
Kasus supek adalah seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam ( temp > 380C ),  sakit atau sakit tenggorokan, beringus serta dengan salah satu keadaan, kemudian sang penderita ispa dalam waktu seminggu terakhir mengunjungi peternakan unggas yang sedang terjangkit KLB flu burung kemudian penderita ispa bisa dengan mudah tertular oleh unggas yang terjangkit flu burung. Hal itu disebabkan karena penderita ISPA mempunyai kekebalan tubuh yang kurang baik.

2.      Kasus “Probable”
Kasus  “Probable” adalah kasus suspek yang disertai dengan salah satu keadaan : bukti laboratorium yang mengarah kepada virus influenza A ( H5N1 ) missal: Test HI yang menggunakan antigen H5N1 dalam waktu singkat kemudian berlanjut menjadi pneumoniagagal pernafasan/ meninggal tanpa terbukti adanya penyebab lain.
3.      Kasus kompermasi
Kasus kompermasi adalah kasus atau “ probale” didukung oleh salah satu pemeriksaan laboratorium :
Yaitu dimana adanya kultur virus influenza H5N1 yang positif, dan PCR influenza ( H5 ) positif serta meningkatkan antibody H5 sebesar 4 kali

GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang ditemui seperti gejala flu pada umumnya yaitu : demam, sakit tenggorokan, batuk – batuk beringus, nyeri otot, sakit kepala, lemas. Dalam waktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa peradangan di paru – paru ( pneumonia ), dan apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik dapat menyebabkan kematian.

ETIOLOGI DAN SIFAT
Etiologi penyakit ini adalah virus influenza. Adapun sifat virus ini yaitu : dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220C dan lebih 30 hari pada 00C.
Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh nggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan suhu 600C selama 30 menit.
Ada beberapa tipe virus Influenza yaitu : Tipe A, tipe B dan tipe C. virus Influenza tipe A terdiri dari beberapa strain, yaitu : H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9n2 dan lain – lain.

PENYEBAB TERJADINYA FLU BURUNG
Penyebab terjadinya flu burung adalah Higly Pothogenic Avian Influenza virus, strain H5N1 ( H = hemagglutinin, N= neuraminidase ). Hal ini terlihat dari hasil hasil studi yang ada menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus Influenza A ( H5N1 ) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus influenza A ( H5N1 ) merupakan penyebab fluburung yang terjadi pada unggas. Secara umum, virus Flu Burung tidak menyerang manusia namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi yang lebih ganas dan menyerang pada manusia.


            MASA INKUBASI
a) Masa inkubasinya sangat singkat yaitu 1 – 3 hari,
b) Meskipun belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia ,
masa infeksiusnya (masa dimana penderita Avian Flu H5N1 diperkirakan mampu menularkan virus) adalah 1 hari sebelum tampak gejalanya dan 3-5 hari setelah tampak gejalanya dengan maksimum 7 hari (tetapi ada kepustakaan yang menyebutkan sampai 21 hari pada anak-anak).

            CARA PENULARAN
            Kontak : Langsung dan tidak langsung. Penularan terjadi pada kontak langsung dari kulit pasien ke kulit pejamu rentan lain, dalam hal ini petugas kesehatan pada saat memandikan pasien atau melaksanakan tindakan keperawatan yang lain. Secara tidak langsung dengan melibatkan benda perantara, yang biasanya benda mati seperti alat kesehatan, jarum, kasa pembalut, tangan yang tidak dicuci, sarung tangan bekas.
Droplet:
            Meskipun secara teori penularan droplet atau melalui percikan merupakan bentuk lain dari penularan secara kontak, namun mekanisme perpindahan kuman patogen dari pejamunya sangat berbeda dengan sebagaimana kontak langsung maupun tidak langsung. Percikan dihasilkan oleh pejamu (yang berdiameter > 5
mm) melalui batuk, bersin, bicara dan selama pelaksanaan tindakan tertentu seperti penghisapan lendir dan bronkoskopi. Percikan yang berasal dari pejamu tersebut terbang dalam jerak dekat melalui udara dan mengendap di bagian tubuh pejamu lain yang rentan seperti: konjungtiva, mukosa hidung, atau mulut.
  Oleh karena percikan yang mengandung kuman tersebut tidak menetap di udara maka untuk mencegah penyebaran lebih lanjut tidak diperlukan pengaturan khusus pada sistem ventilasi, jangan dikacaukan dengan penularan airborne.
Kewaspadaan  terhadap          penularan yang diperlukan Kewaspadaan Universal
Memperlakukan semua darah dan cairan tubuh sebagai bahan infeksius, hindari menjamahnya dengan tangan telanjang atau segera cuci bila mungkin tercemar
Cuci tangan (dengan air mengalir dan sabun/antiseptik, gosok selama 10 detik, dan lap kering) sebagai tindakan rutin: sebelum dan setelah menjamah pasien, seblum memakai dan setelah melepas sarung tangan, Sarung tangan pemeriksaan bila akan menjamah darah dan duh tubuh atau benda tercemar lain.
Ganti sarung tangan setiap ganti pasien. Lepas segera sarung tangan setelah selesai tindakan. Masker, kaca mata, pelindung wajah dikenakan bila ada kemungkinan terjadi percikan darah, duh tubuh lain selama melakukan tindakan atau perawatan pasien.
Kewaspadaan tambahan terhadap penularan melalui kontak dan percikan (droplet)
Sebagai tambahan pada kewaspadaan universal
 Penularan flu burung ( H5N1 ) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian yang tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas atau peternakan, bahkan dapat menyebar dari sutu peternakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit flu burung kepada manusia adalah melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau unggas yang terserang dengan Flu Burung. Adapun orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang flu burung ( H5N1 ) hal ini terjadi pada pekerja peternakan unggas, serta penjual dan penjamah unggas.
Penempatan pasien :
            Pasien ditempatkan dalam ruang tersendiri. Bila tidak tersedia ruang tersendiri dapat ditempatkan bersama pasien dengan diagnosis yang sama (kohort).
Alat pelindung yang diperlukan. Semua petugas kesehatan harus selalu mengenakan alat pelindung sbb:
Ketika masuk ke ruang pasien:
·         Kenakan masker,
·         penutup kepala,
·         kaca mata pelindung,
·         sarung tangan,
·          gaun pelindung,
·         sepatu pelindung, ketika memasuki ruang pasien.
            Selama melaksanakan tindakan, ganti sarung tangan setelah menjamah bahan infeksius. Gaun pelindung (tidak perlu steril), pilih yang sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (kedap air atau tidak). Lepas gaun sebelum meninggalkan ruangan dan pastikan baju kerja tidak terkontaminasi. Lepas sarung tangan sebelum keluar ruangan dan cuci tangan segera dengan antiseptik dan pastikan setelahnya tidak lagi menjamah permukaan di ruang pasien yang mungkin tercemar.
            Demikian pula dengan alat pelindung yang lain Transportasi Pasien :
Batasi pemindahan pasien ke ruang lain kecuali sangat diperlukan. Bila terpaksa maka pasien kenakan masker pada pasien dan selimut bersih rapat, pastikan kewaspadaan universal tetap terjaga untuk menekan risiko penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan pencemaran permukaan lingkungan atau peralatan lain.
             Bila mungkin alokasikan alat kesehatan khusus untuk pasien tersebut atau bersama dengan pasien sejenis untuk menghindari penyebaran antar pasien. Bila menggunakan alat untuk pasien umum, maka perlu pembersihan yang memadai dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.

UPAYA PENCEGAHAN
           Rekomendasi sementara untuk pencegahan bagi mereka yang terlibat dalam peternakan/penyembelihan unggas/burung/ayam secara masal terutama di daerah terjangkit yang dikeluarkan oleh WHO/WPRO Manila 14 Januari 2004 intinya adalah sbb . :
a) Basuh tangan sesering mungkin, penjamah sebaiknya juga melakukan disinfeksi tangan (dapat dengan alcohol 70%, atau larutan pemutih/khlorin 0,5%untuk alat2/instrumen)
b) Gunakan alat pelindung perorangan seperti masker, sarung tangan, kaca mata pelindung, sepatu pelindung dan baju pelindung pada waktu melaksanakan tugas dipeternakan yang terjangkit atau di laboratorium
c) Mereka yang terpajan dengan unggas/burung/ayam yang diduga terjangkit sebaiknya dilakukan vaksinasi dengan vaksin influenza manusia yang dianjurkan oleh WHO dalam rangka mencegah infeksi campuran Flu-Manusia dengan Flu-Burung , yang kemungkinan dapat menyebabkan jenis virus Flu-Burung baru yang dapat menginfeksi manusia.
d) Lakukan pengamatan pasif terhadap kesehatan mereka yang terpajan dan keluarganya. Perhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan pernafasan). Orang berisiko tinggi terkena influenza yaitu mereka yang berusia lebih 60 tahun , atau berpenyakit paru dan jantung kronis tidak boleh bekerja di peternakan unggas/burung/ayam.
e) Lakukan survei serologis pada mereka yang terpajan termasuk kepada dokter-hewan
f) Jika terdapat risiko untuk menghirup udara yang tercemar di peternakan /tempat penyembelihan yang terjangkit , diajurkan pencegahan dengan obat antiviral (antara lain dengan Oseltamivir 75 mg dalam kapsul , 1 kali sehari selama 7 hari).
g) Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dan mengisolasi virus penyebabnya : Kirimkan spesimen darah dan alat-alat dalam (usus, hati, hapusan hidung dan mulut, trachea, paru, limpa, ginjal, otak dan jantung) binatang yang diduga terjangkit penyakit itu (termasuk babi) ke laboratorium yang berwenang.
UPAYA PENCEGAHAN DI RUMAH
    1. Menjaga kebersihan lingkungan (khususnya kadang unggas dan burung).
    2. Menjaga kebersihan diri (cuci tangan dengan sabun)
    3. Menjauhkan kandang unggas dan burung (ayam, itik dan burung) dari rumah/tempat tinggal.
    4. Gunakan penutup hidung dan sarung tangan bila akan mengolah tanaman dengan pupuk kandang.
    5. Jangan membuang kotoran (jeroan, bulu ayam, dll.) sembarangan, bungkuslah dengan plastik dan buang di tempat sampah.
    6. Bersihkan makanan ternak/burung yang terccer di tanah/lantai, agar tidak mengundang burung liar datang.
UPAYA PENCEGAHAN PADA DIRI SENDIRI
    1. Rajin cuci tangan dengan sapun atau cairan antiseptiksetelah menangani unggas/burung.
    2. Bersihlah permukaan dengan detergen, cairan alkohol (70%) atau pemutih/khlorin (0.5%).
    3. Gunaknlah penutup mulut dan hidung, sarung tangan, dan sepatu boot apabila memasuki daerah yang telah terjangkiti atau sedang terjangkit virus flu burung.
    4. Amati dengan teliti kesehatan anda apabila telah melakukan kontak dengan unggas/burung. Segeralah cari perhatian medis apabila timbul gejala-gejala demam, infeksi mata, dan/atau kesulitan bernafas.
CARA PENGOBATAN
 Selain cara pengobatan medis intensif, oseltaminir ( teregistrasi sebagai tamiflu ) juga merupakan obat anti – oral utama untuk flu burung. Tamiflu akan efektif apabila diberikan pada tahap awal perkembangan penyakit flu burung. Vaksin pada flu burung, saat ini belum ada vaksin untuk flu burung. Dan pada saat ini para peneliti sedanh megamati bagaimana perkembangan flu burung apakah menular kepada manusia, sehingga mereka dapt menggambarkan vaksin yang khusus untuk mutasi virus tersebut.
Sumber :
WHO : Avian Influenza-Fact Sheet 15 January 2004
 Draft Case-Definitions Influenza A/H5N1

Senin, 21 Maret 2011

FOOD AND WATER DISEASE “SHIGELLOSIS “

NAMA : IRA TITAH SRI RAHAYU
NIM : E2A009154
FKM UNDIP 2009
FOOD AND WATER DISEASE “SHIGELLOSIS “
A. DEFINISI
Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut yang disebabkan oleh kuman genus Shigella spp, yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan kerusakan pada sel – sel mukosa usus.
B. EPIDEMIOLOGI
Shigellosis adalah salah satu penyakit yang sangat endemic di daerah yang sanitasinya sangat kurang. Biasanya 10 – 20% penyakit saluran pencernaan dan 50% diare yang berdarah atau bisa disebut disentri. Desentri biasanya menyerang pada anak –anak yang disebabkan oleh shigellosis. Prevalensi penyakit desentri menurun dalam 5tahun terakhir ini.
Shigella ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 1979,sebanyak 20.135 kasus shigella yang telah dilaporkan oleh Center For Disease Control. Shigella lebih sering ditemuka selama akhir musim panas.
Di Negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk dan penduduk yang padat maka semakin mudah penyakit ini menyebar. Desentri terjadi melalui fekal – oral penyebaran penyakit desentri bisa juga disebabkan oleh lalat yang bisa menyebarka kuman ini melalui feces penderita kemudian lalat menghinggapinya dan menyebarkannya. Penderita desentri biasanya yang terkena adalah anak – anak yang berusia 10 tahun angka kejadian tertinggi terdapat pada kelompok anak berusia 1-4 tahun. Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang. Penyebaran shigello sering terjadi secara kontak orang ke orang karena dosisi infeksiusnya rendah ( 10 – 100 organisme ) sudah dapat menyebabkan sakit.
Pada umumnya masa inkubasi shigellosis adalah 1 sampai 3 hari. Gejala biasanya timbul antara hari pertama hari ketiga terinfeksi. Kebersihan pribadi sangat penting dalam pencegahan penyakit desentri terutama pada orang yang berhubungan dengan sanitasi yang buruk, dan mempunyai resiko untuk menimbulkan penyakit desentri ini.

C. ETIOLOGI
Shigellosis ( desentri ) disebabkan oleh kuman shigella spp. Kuman ini tergolong genus Shigella yang merupakan bakteri gram negative, berbentuk batang, non moti, aneorobik fakultatif. Shigellosis dibagi menjadi 4 kelompok serologi yaitu : S.dysenteri ( 12 serotipe), S. flexnewri ( 6 serotipe ), S. boydii ( 18 serotipe ) dan S. sonnei ( 1 serotipe). Diantara keempat kelompok tersebut ada beberapa yang sering ditemukan didaerah tropis yaitu S. dysentri dan S. flexneri. Sedangkan S.sonnel lebih sering ditemukan pada daerah subtropis.
D. PATOFISIOLOGI
Hanya ada beberapa Shigella yang dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambun selama 4 jam. Sesudah masuk melalui mlut dan mencapai usus, bakteri invasive ini akan memperbanyak diri di dalam usus besar. Ada 3 faktor virulensi yang menyebabkan diare :
1. Dinding polisakarida sebagai antigen halus
2. Kemampuan mengadakan invasi enterosi dan proliferasi
3. Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku sebagai antigen O ( somatic ) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi bakteri shigella dengan sel enterosi. Dupont ( 1972 ) dan Levine ( 1973 ) mengutarakan bahwa shigella seperti salmonella setelah menembuus eritrosit dan akan berkembang didalamnya sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel enterosit tersebut. Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit, sehingga merangsang proses endositosis sel – sel yang bukan fagositosik untuk menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar kesekitarnya serta menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Sifat invasive dan pembelahan intra sel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari kromosom bakteri Shigella.
Invasi bakteri ini dapat mengakibatka terjadinya infiltrasi sel – sel polimorfonuklear dan dapat menyebabkan matinya sel – sel epitel tersebut, sehingga terjadilah tukak – tuka kecil di daerah invasi ang menyebabkan sel – sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk kelumen usus seta akhirnya keluar bersama tinja. Shigella juga bisa mengeluarkan toksin ( shiga toksin ) yan bersifat nefrotoksik, sitotoksik ( mematiakan sel dalam benih sel ) dan enterotoksik ( merangsang sekresi usus ) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa menjadi nekrosis.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang disapat pada shigellosis adalah : diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir. Demam tinggi mendadak sampai mencapai 42 derajad celcius. Nyeri perut, tenesmus, naesea dan vomitus. Dehidrasi sesuai derajatnya, takikardi dan takipneu, lamanya sakit +_ 5 – 7 hari.
Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3 – 5 hari dan kemudian sembuh sempurna. Pada tipe fulminan yang berat, penderita dapat mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan muntah – untah di susul dengan penurunan temperature, toksemia yang berat dan diakhiri dengan kematian penderita.
F. DIAGNOSIS
Dasar untuk menentukan diagnosis adalah dengan memperhatikan gejala-gejala klinik dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik atas tinja untuk membedakan dengan infeksi oleh kuman lain misalnya amebiasis. Pemeriksaan darah rutin kadang didapatkan leukopenia dan apabila sudah terjadi komplikasi HUS (Hemolytic Uremic Syndrom) maka didapatkan gambaran anemia hemolitik dan trombositopenia. Biakan tinja sebaiknya berasal dari hapusan rectum, akan dapat menentukan dengan pasti kuman penyebab penyakit. Biasanya pasien datang sudah dalam keadaan dehidrasi.

Pada infeksi akut, pemeriksaan proctoscopy menunjukkan radang mukosa usus yang difus, membengkak dan sebagian besar tertutup eksudat. Ulkus –ulkus dapat pula dijumpai, dangkal, bentuk dan ukurannya tidak teratur dan tertutup oleh eksudat yang purulen. Pada infeksi kronis, terlihat parut pada kolon, proses ulserasi tidak aktif, sedangkan gejala-gejala klinik berganti-ganti antara stadium remisi dan eksaserbasi. Pada waktu kambuh, penderita mengalami demam, diare dengan darah dan lendir serta serta eksudat seluler dalam tinja. Penderita dengan infeksi kronis, seringkali mengalami kepekaan yang berlebih terhadap beberapa macam makanan misalnya susu, sehingga menimbulkan defisiensi nutrisi.


G. PENANGANAN DEHIDRASI
Yang perlu dihindari apabila terserang diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi, karena apabila terjadi dehidrasi maka akan berakibat fatal pada penderita. Tingkat keparahan dehidrasi dapat digolongkan sbb:
1. Dehidrasi ringan ( kehilangan cairan sekitar 5% dari berat badan semula ). Diare berlangsung sekali tiap 2 jam atau lebih. Gejala lain: rasa haus, gelisah, tapi elastisitas kulit bila dicubit masih baik dan penderita masih sadar.
2. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% dari berat badan semula). Diare semakin sering dengan volume lebih besar. Gejala lain terasa haus, gelisah, pusing jika berubah posisi, pernapasan terganggu, ubun-ubun dan mata cekung, elastisitas kulit lambat.
3. Dehidrasi berat (kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan semula). Diare hebat disertai muntah. Gejala lain: mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit kaki dan tangan keriput, kejang otot, pernapasan cepat dan dalam, ubun-ubun dan mata sangat cekung, elastisitas kulit sangat lambat.

Dalam keadaan darurat, dehidrasi ringan dapat diatasi dengan memberikan cairan elektrolit/oralit yang cukup dilarutkan dalam air minum. Bila larutan oralit tidak tersedia, kita dapat membuat larutan gula-garam dengan komposisi 1 sendok teh gula pasir + 1/4 sendok teh garam + 200 cc air matang hangat. Atau bisa juga dicoba dengan air beras, air kelapa atau kaldu sayuran (tanpa lemak). Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat, dalam keadaan darurat juga diberikan oralit sebelum dibawa ke rumah sakit. Penderita perlu segera dilarikan ke rumah sakit terutama kalau penderita muntah terus sehingga oralit tidak bisa masuk, tidak kencing selama 6 jam, tinja telah bercampur darah, terus menerus diare tanpa henti.

Di rumah sakit biasanya pasien segera diberi cairan rehidrasi parenteral seperti Ringer Laktat atau Darrow Glukosa. Oralit atau garam rehidrasi oral tadi merupakan campuran garam dan gula dalam perbandingan mirip dengan cairan tubuh. Larutan ini penting diberikan pada penderita diare, terutama pada penderita anak-anak atau lansia, guna menggantikan air yang hilang akibat diare, muntah, berkeringat.

Pasangan glukosa dan garam Na dapat diserap baik oleh usus penderita diare. Na merupakan ion yang berfungsi allosterik (berhubungan dengan penghambatan enzim karena bergabung dengan molekul lain), dengan kemampuan meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya absorbsi gula melalui membran sel. Gula dalam larutan NaCl (garam dapur) juga berkhasiat meningkatkan penyerapan air oleh dinding usus secara kuat (sekitar 25 x lebih banyak daripada biasanya). Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas belimbing air, diaduk sampai larut.

Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok oralit, tunggu 5- 10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang diberikan 10-15 cc/kg BB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan lambung. Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran terlalu tinggi atau terlalu pekat yang bisa mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit menjadi merah.

Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna ( berserat tinggi ) dan berlemak.


H. PENGOBATAN
Dasar pengobatan pada Shigellosis yaitu dengan penggunaan antibiotik, memperbaiki dan mencegah dehidrasi dan mengendalikan gejala penyerta. Penatalaksanaan dehidrasi pada umumnya sama dengan diare oleh sebab yang lain. Pengobatan dengan suportif yaitu memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit yang dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis, syok dan kematian. Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan memperbaiki keseimbangan elektrolit secara oral atau intravena, menurut keadaan masing-masing penderita. Selain pemberian cairan, pemberian makanan juga harus diperhatikan.

Antibiotik yang digunakan adalah Ampicillin sebagai drug of choice, tetapi banyak yang sudah resisten terhadap obat ini sehingga digunakan antibiotik lain. Trimethoprim-Sulfamethoxazole (Kotrimoksasol) merupakan pilihan efektif untuk Shigellosis. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama (Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan Sefalosporin.
Kotrimoksasol pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 160 mg/kali per oral sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan tidak dianjurkan.
Untuk anak dosisnya 8-10 mg/kg/ kali per oral diberikan selama 5 hari. Obat ini tidak boleh digunakan pada penderita anemia megaloblastik dan defisiensi G-6PD.
Cefriaxone pada orang dewasa dapat diberikan 2 g IV/IM sekali pakai atau dibagi menjadi 2 kali pemberian. Untuk dosis pediatrik 50 mg/kg/kali IV/IM diberikan sekali sehari. Untuk Cefixime pada dewasa diberikan 400 mg/kali per oral sekali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari, dosis pediatrik 15 mg/kg per oral sebagai dosis awal lalu dilanjutkan 8 mg/kg/kali per oral untuk 5 hari.
Nalidixic acid pada dewasa diberikan 1 gr per oral 4 kali sehari. Untuk dosis pediatrik 55 mg/kg/kali per oral dibagi dalam 4 kali pemberian selama 5 hari.

Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti anti spasmodik/spasmolitik tidak dianjurkan untuk dipakai, karena akan memperburuk keadaan. Obat ini dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, dilatasi usus, gangguan digesti dan absorpsi lainnya. Obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik usus saja tetapi justru akibatnya sangat berbahaya. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat.

Obat-obat absorben (pengental tinja) seperti kaolin, pectin, norit, dan sebagainya, telah terbukti tidak bermanfaat. Obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya, tidak akan dapat memperbaiki syok atau dehidrasi beratnya karena penyebabnya adalah kehilangan cairan (hipovolemic shock), sehingga pengobatan yang paling tepat yaitu pemberian cairan secepatnya.
I. PENCEGAHAN
- Apabila bepergian ke daerah endemik sebaiknya bahan makanan baik buah-buahan ataupun
Sayuran harus dicuci terlebih dahulu lalu dimasak sebelum dimakan

- Biasanya air yang terkontaminasi oleh kotoran penderita juga merupakan sumber penyebaran Shigella.

- Mencuci tangan setelah menggunakan toilet

- Memisahkan penderita demam dengan penderita diare di rumah sakit


DAFTAR PUSTAKA
Motarjemi Y, Käferstein FK. Global estimation of foodborne illness. World health statistics quarterly, 1997, 50(1/2):5—11.

Quevedo F, Thakur AS. Foodborne parasitic diseases. Washington, DC, Pan American
Health Organization, 1990 (Series of scientific and technical monographs Number 12,
Rev. 1).
Soemarsono H.S., Kolera, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Buku Penerbit KUI, Jakarta, 1996,
Public Health Nursing: Practicing Population-Based Care Oleh Marie Truglio Londrigan,Sandra B. Lewenson